From This Moment On

Daisypath Anniversary tickers

Thursday, December 11, 2008

Si Kakek


Suatu siang, saya mengantar Rochma ke halte bus di Panglima Sudirman. Siang itu suasana mendung. Begitu saya menurunkan Rohma, di samping saya lewat seorang kakek tua kurus yang memakai kaos salah satu partai politik. Si Mbah menghentikan sepedanya dan dengan suara lirih berkata, “nyuwun sakwelase nak..”

Saya menoleh ke si mbah. Kadangkala, saya nggak suka melihat orang minta-minta di sembarang tempat. Kebetulan, siang itu suasana hati juga sedikit bĂȘte. Namun kebetean saya berganti rasa trenyuh melihat wajah si Mbah yang sudah amat tua. Topi pet yang dipakainya tampak lusuh. Si Mbah sambil memegang erat setang sepeda tuanya memandang kami dengan tatapan yang bikin saya cepat-cepat memalingkan muka. Nggak tega. Saya pun buka dompet dan mengulurkan uang 1000 rupiah. Rochma melakukan hal yang sama. Disertakannya pula sebungkus roti goreng yang baru didapatnya dari Vinda. Si Kakek menerimanya sambil mengucapkan terima kasih. Dengan sedikit kerepotan dimasukkannya roti ke saku celananya, perlahan menaiki sepedanya dan mengucapkan salam perpisahan, “Monggo nak..”

Kami mengangguk, “Ngatos-atos mbah..” pesan saya lirih.

“Nggih.” Jawab si Mbah sambil mengayuh sepedanya pelan. Saya pamit ke Rohma, menyetir motor perlahan di belakang sepeda si Kakek, mengamati punggungnya yang letih, dan perlahan mucul rasa sesal di dalam diri saya, kenapa saya tadi cuma ngasih seribu? Padahal saya bisa kasih 2000, 3000, atau lebih dikit, kan saya ada uang. Saya tercenung dan menggigit bibir pelan. Hati saya getir.

No comments: